“Mas, bagi sedikit
rejekinya mas..” suara pelan anak kecil itu terdengar serak.
“Oh iya, sebentar ya
dek.” Jawab salah seorang teman, lalu memasukkan selembar uang ke
dalam kotak kardus yang di sodorkan kepadanya.
Demikian sepenggal dialog
yang terjadi dan sempat mengagetkan kami malam itu. Iya, anak kecil
berumur sekitar 4 tahun itu tiba-tiba saja berada di samping kami
yang sedang nongkrong setelah berbuka puasa, entah dari mana dia
datang. Kami tercengang saat melihat anak kecil berpakaian sangat
lusuh itu membawa kotak kardus bertuliskan salah satu panti asuhan di
Surabaya. Bagaimana mungkin sebuah panti asuhan menyuruh anak sekecil itu
berkeliling meminta sumbangan kepada para pengunjung. Padahal pada
umumnya, anak seumuran itu masih senang-senangnya bermain. Dimana
nurani oknum yang menyuruhnya melakukan itu, apa hanya karena
iming-iming uang hasil sumbangan yang tidak seberapa itu, lantas
dengan sadar mereka mengubur dalam-dalam nurani yang saya yakin mereka masih memilikinya.
Memang banyak faktor yang bisa melatar belakangi tindakan seperti itu terjadi, salah satunya adalah
kemiskinan dan lemahnya penegakan hukum. Memang di kota besar seperti
Surabaya ini kemiskinan adalah masalah utama yang harus dihadapi oleh
banyak pihak, tingginya angka kemiskinan juga mempengaruhi
tingginya tingkat ekploitasi terhadap anak dibawah umur seperti yang kami
saksikan saat itu. Meskipun ini bukan pertama kalinya kami
melihat kejadian seperti ini, namun kali ini benar-benar bisa membuat
kami menggelengkan kepala. Mungkin memang apa yang kami lakukan
adalah sepenuhnya salah, karena kami hanya bisa menggelengkan kepala
saat menyaksikan kejadian seperti itu dihadapan kami. Kami sadar
peran serta masyarakat baik secara kelembagaan maupun secara
perseorangan terasuk anak muda seperti kami sangat dibutuhkan untuk
bahu membahu setidaknya meminimalisir potensi terjadinya hal semacam
ini.
Bukankah sudah jelas
tertulis dalam undang-undang yang menyebutkan bahwa mempekerjakan
anak dibawah umur adalah tindakan kriminal. Namun lemahnya penegakan
hukum atas tindakan seperti itu menjadikan para pelakunya merasa
masih mempunyai ruang gerak yang cukup untuk kembali melakukan
aksinya. Dan hukuman yang dijatuhkan terkadang gagal membuat jera
pelakunya, yang setelah dari masa tahanan kerap kali kembali dengan
tenang melakukannya lagi. Karena memang hukuman yang diberikan
sangatlah ringan, dan terkesan setengah-setengah. Jika sudah seperti
ini, kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa. Karena sumber utama
penyebab tindak kriminalitas seperti ini semakin marak terjadi adalah
sistem yang salah. Oke, sekali lagi sistem yang salah.
Belum hilang rasa iba
kami kepada anak kecil tadi, muncul lagi seorang anak berusia sekitar 6
tahun meminta sumbangan kepada kami dan para pengunjung lain. Dan
kali ini yang membuat kami sangat terkejut adalah kotak kardus yang
dipegang oleh anak kecil ini sama persis dengan yang dibawa anak
kecil yang tadi. Hal ini spontan membuat kami berfikir bahwa ada
tindak kriminal yang terorganisir di sekitar tempat kami berada saat
ini, yang mengeksploitasi tenaga anak dibawah umur. Saya pun spontan memperhatikan kemana arah yang dituju anak kecil itu setelah merasa
cukup meminta sumbangan di tempat tersebut, ternyata langkah kecilnya
menuju sebuah mobil bak terbuka yang dari tempat saya duduk tampak samar ada beberapa anak kecil dan dua orang dewasa yang
duduk di bak mobil tersebut, lalu selang beberapa saat kemudian mobil itu
menghilang dari pandangan.
Seketika itu saya terdiam
merenung, apa yang telah saya lakukan? Kenapa saya hanya bisa terdiam
melihat perbudakan modern itu dilakukan? Dimana hati nurani saya?
Apakah hanya duduk terdiam seperti ini saja yang bisa saya lakukan?
Oh Tuhan.. tolong selamatkan mereka.